Pembudidaya harus memperhatikan kesehatan lele dan
lingkungan budidaya.
Hujan turun yang tidak menentu bisa mengganggu proses
budidaya ikan berkumis ini hingga menimbulkan kematian. Curah hujan
tinggi seharian penuh dan tanpa perlindungan tambahan menyebabkan lele
siap panen berukuran 5 ekor/kg milik salah seorang pembudidaya lele sistem
bioflok di Sukabumi, Jawa Barat, mengalami kematian massal. Akibatnya,
pembudidaya rugi dan kehilangan sebanyak 180 kg lele siap panen. Lantas,
bagaimana mencegahnya?
Waspada Hujan
Menurut Kesit Tisna Wibawa, perekayasa di Balai Besar
Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat, hujan yang
datang terus menerus bisa menyebabkan rendahnya kualitas lingkungan budidaya
secara mendadak. Yaitu: perubahan derajat keasaman (pH), fluktuasi suhu,
kematian plankton dan bakteri bermanfaat, dominasi amonium, hingga penumpukan
logam berat yang terbawa air hujan.
Perubahan lingkungan budidaya yang mendadak membuat lele
kaget dan menjadi stres. “Awalnya pasti stres, nggak mau makan, terus imun
tubuh menurun karena tidak ada nutrisi yang mendukung dia, hasilnya rentan
penyakit. Penyakit akan gampang menyerang ditambah dengan kondisi lingkungan
yang tidak mendukung,” ulas Kesit terperinci. Apalagi pada budidaya lele
sistem probiotik dan bioflok yang mengandalkan padat tebar tinggi, kualitas air
kolam budidaya memerlukan perhatian intensif. Salah kelola, kerugianlah yang
didapat.
Secara fisik, lele stres terlihat pucat dengan produksi
lendir meningkat sehingga lapisan lendirnya menipis dan aktif
melompat-lompat di di pinggiran kolam. Kesit menjabarkan, “Kalau lendirinya
tipis, akan mudah ditempeli jamur. Apalagi dia bergesekan sama temennya, akhirnya
ada yang luka. Di situ mulai diserang.” Kolam yang awalnya hijau atau
cokelat juga akan berubah menjadi bening karena kematian plankton dan bakteri.
Lele juga bisa keracunan amonium yang mendorong kematian massal secara
mendadak. Jika kondisi ini dibiarkan, dalam hitungan jam
hingga dua hari, lele yang dibudidaya mulai menggantung di permukaan
air, respon makan hilang, kemudian mati massal.
Imunostimulan
Menurut Kesit, saat cuaca tidak menentu antara panas dan
hujan, kunci utama keberhasilan budidaya adalah kesehatan ikan. Caranya
dengan meningkatkan daya tahan tubuh pemilik nama ilmiah Clarias
battracus itu dengan memberikan imunostimulan dan vitamin. “Itu harus
selalu tersedia. Karena kalau sudah lingkungan yang penyebabnya, tidak ada cara
lagi kecuali kita harus membikin daya tahan tubuh lele benar-benar kuat,”
papar penemu kolam sistem paket padat tebar tinggi (budidaya lele sistem
probiotik) ini.
Kesit menerangkan, saat musim penghujan dengan intensitas
tinggi nafsu makan lele akan berkurang sehingga mudah terserang penyakit.
Imunostimulan meningkatkan daya tahan lele dengan cara mendorong nafsu makan
seperti pada cuaca normal. Ia menyarankan penggunaan imunostimulan herbal yang
mengandung ekstrak bawang putih, kencur, rumput teki, dan
bakteri Bacillus karena efeknya lebih terlihat. Imunostimulan ini
diberikan cukup satu hari sekali jika hujan berlangsung terus
menerus. Bilaintensitas hujan mulai menurun, imunostimulan cukup
diimbuhkan 2 – 7 hari sekali.
Sementara, pemberian vitamin C akan memberikan efek hangat
dalam tubuh ikan sehingga nyaman untuk makan. Vitamin rutin disajikan sekali setiap
hari sesuai dosis yang tertera pada label kemasan. Kesit
memberikan dua jenis pakan, yaitu pakan apung dan pakan tenggelam.
Pakan apung diberikan berdasarkan adlibitum (sekenyangnya),sedangkan pakan
tenggelam sebanyak 3% – 5% bobot tubuh. “Karena kalau pakan apung dia kenyang
atau tidak ‘kan kelihatan dari respon makan dan kecepatan makannya,” ulas dia.
Lingkungan Budidaya
Untuk menjaga lingkungan budidaya, sambung Kesit, perlu
perlakuan khusus seperti penambahan kapur dolomit atau kapur tohor sebanyak 15
– 25 gr/m3 sore hari. “Tergantung ukuran ikan. Kalau masih
ukuran 3 – 7 cm, kasih 15 gr/m3,” sarannya. Penambahan kapur
bertujuan menstabilkan pH agar perairan tidak masam dan perubahan suhu
tidak terlalu rendah. Suhu air pada cuaca normal berkisar 26° – 29°C. Namun,
saat musim penghujan suhu bisa turun hingga 24°C. Yang harus dihindarkan pembudidaya, imbuhnya,
suhu meluncur tajam dari 29°C langsung ke 24°C.
Selanjutnya, tambahkan mineral air berupa garam dengan
dosis sebanyak dolomit selepas hujan turun. Probiotik pun wajib
diberikan. Probiotik bermanfaat menguraikan sisa-sisa makanan yang terbuang dan
menjaga kestabilan komposisi bakteri dalam air. Kesit
mengingatkan, setidaknya probiotik harus
mengandung dua jenis bakteri. Yakni, bakteri yang berfungsi untuk
menguraikan nitrit seperti Bacillus atau Nitrobacter dan bakteri yang
menguraikan amoniak, seperti Nitrosomonas.
Kolam yang berbau terjdi karena banyak sisa
pakan dan menghasilkan amoniak. Ini memerlukan kerja bakteri Nitrosomonas
untuk menguraikan amoniak agar tidak meracuni ikan. Amoniak diurai menjadi
nitrit. Selanjutnya, nitrit dimanfaatkan Bacillus atau Nitrobacter menjadi
nitrat yang dimanfaatkan sebagai unsur hara bagi fitoplankton.
Kesit menilai, hal inilah yang kurang diperhatikan pembudidaya. Mereka
memberikan probiotik tanpa melihat komposisi bakteri yang terkandung di dalamnya
sehingga probiotik tidak bisa bekerja secara efektif. “Makanya banyak kejadian
kolam bau walaupun dikasih probiotik yang harganya mahal, itu karena fungsinya
tidak sesuai,”cetusnya.
Kandungan amoniak tinggi akan sangat bahaya kala hujanturun.
Polutan kondisi air yang menurun karena amoniak tinggi masih dibebani tambahan
polutan logam berat atau asam yang terbawa air hujan. Lele pun semakin stres.
Windi ListianingsihSumber: http://www.agrina-online.com